Setiap tanggal 20 November, kita memperingati Hari Anak Sedunia sebagai momentum untuk lebih memperhatikan hak anak-anak di seluruh dunia. Oktober lalu, UNICEF merilis pernyataan bahwa anak-anak dan remaja berpotensi mengalami dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental mereka akibat wabah COVID-19.

Henrietta Fore selaku Direktur Eksekutif UNICEF, menjelaskan bahwa hal itu disebabkan oleh peraturan karantina dan pembatasan mobilitas yang menyebabkan anak-anak harus menghabiskan waktunya sendiri, seperti jauh dari keluarga dan teman, hilangnya rutinitas sekolah, sampai berkurangnya kesempatan bermain di luar rumah.

Tidak sedikit anak-anak dan para remaja yang merasakan perubahan hidup setelah masa pandemi ini. Mereka merasakan cemas, terisolasi, sedih, marah, dan kecewa. Dari artikel yang dirilis oleh UNICEF, seorang psikolog remaja, Dr. Lisa Damour menyebutkan ada 5 hal yang perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan mental anak-anak dan para remaja, yakni:

  • Sadari bahwa kecemasan yang mereka rasakan adalah hal wajar

Anak-anak dibawah usia 17 tahun seringkali tidak bisa memahami perasaan yang tengah dirasakan. Kita sebagai orang yang lebih dewasa sebaiknya menuntun mereka untuk menyadari dan menerima apa yang mereka rasakan.

Rasa cemas akan membantu mereka mengambil keputusan yang tepat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kita pun sebaiknya meluangkan waktu untuk mereka, tanya keadaannya dan berikan pemahaman mengenai hal yang mereka cemaskan.

  • Cari pengalihan

Biarkan anak-anak dan para remaja mengerjakan hal-hal yang mereka sukai. Akan sangat bagus jika mereka sibuk dengan hal yang mereka kerjakan, entah itu menonton film, bermain gim, mengerjakan PR, atau membaca buku kesukaannya. Hal ini disarankan Dr. Lisa Damour untuk menemukan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.

  • Temukan cara baru untuk berkomunikasi dengan teman-teman

Kondisi saat ini memaksa anak-anak dan remaja untuk tetap berada di rumah. Cepat atau lambat mereka akan cenderung merasa bosan dan sulit mendapatkan energi positif. Oleh karena itu, kita harus siap menjadi teman bermain. Buatlah suasana rumah terasa menyenangkan bagi mereka. Hubungi pula teman-temannya secara online, baik melalui telepon, maupun media sosial. Tapi tetap atur jadwal screen time mereka, ya.

  • Fokuslah pada diri sendiri

Bantu mereka mencari cara untuk memanfaatkan waktu luangnya dengan belajar dan mengeksplor diri lebih luas. Coba sarankan kegiatan yang produktif, temani mereka mencari apa yang mereka sukai, dukung pilihannya, dan apresiasi setiap mereka mencapai sesuatu. Dengan begitu, mereka akan lupa terhadap perasaan negatif yang tengah dirasakan.

  • Selami perasaanmu

Tapi jangan juga memaksa mereka untuk kelihatan baik-baik saja. Apapun yang mereka rasakan, biarkan mereka menyelami perasaannya terlebih dulu. Jika mereka sedih, biarkan mereka merasa sedih. Cara ini akan membantu mereka lebih cepat merasa lebih baik.

Perhatikan juga bagaimana pola saat ia menyembuhkan diri, setiap anak pasti memiliki cara unik dalam mengolah perasaannya. Ada yang membuat karya seni, mengurung diri di kamar, menulis diary, atau mencari kegiatan positif di luar rumah.

Tingkat emosi pada usia anak-anak dan remaja masih sangat tidak stabil. Mereka belum mahir dalam memahami dan mengatur perasaannya. Maka penting sekali untuk mendukung kesehatan mental mereka. Yuk, kita dampingi anak-anak dan adik kita untuk lebih aware terhadap perasaannya sendiri. Hindari mereka dari depresi berkepanjangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *